Edi Mulyadi Yogiswara Berhasil Antarkan Mahasiswa UNJA sebagai Juara Baca Puisi Peksiminas 2022

 Edi Mulyadi Yogiswara Berhasil Antarkan Mahasiswa UNJA sebagai Juara Baca Puisi Peksiminas 2022

Penulis :

Agnes Monica Simanihuruk (A1A020076) dan Azzahra Salsabila (A1A020082)


Bengkulu, Melalui Zoom Meeting (12 November 2022)- Universitas Negeri jambi (UNJA) berhasil meraih juara III cabang lomba baca puisi putra dan juara harapan II pada cabang lomba baca puisi putri di ajang Pekan Seni Mahasiswa Nasional (PEKSIMINAS) XVI Tahun 2022 yang diselenggarakan di Universitas Brawijaya, Kota Malang, Jawa Timur. Kompetisi ini dilaksanakan sejak tanggal 25 Oktober 2022 hingga 28 Oktober 2022.

Juara III cabang baca puisi putra diraih oleh Agung Syahputra dan Juara harapan II baca puisi putri diraih oleh Ersa Putri Andaresta. Kedua peraih juara baca puisi dalam perlombaan peksiminas ini merupakan mahasiswa dibawah binaan Bapak Edi Mulyadi Yogiswara.

Kemenangan yang diraih oleh mahasiswa Unja pada perlombaan ini tidak terlepas dari sosok Bapak Edi Mulyadi Yogiswara sebagai pelatih serta pembimbing. “Sebelum berlomba pada ajang Peksiminas, mahasiswa sudah melalui beberapa tahap seleksi terlebih dahulu, mereka sudah melewati tiga jalur seleksi dimulai dari tingkat fakultas, universitas dan peksimida. Ketika mereka lolos ke peksimida baru saya diminta pihak kampus Unja untuk membina mereka latihan,” tutur Pak Edi.

Kiprah Pak Edi Mulyadi sebagai pelatih peksiminas Unja sudah dimulai sejak tahun 2006. Namun, pada saat itu ia lebih aktif sebagai pelatih monolog. “Kalau sebagai pelatih baca puisi, baru dua kali. Pertama waktu tahun 2018 yang dilaksanakan di Kendari dan tahun ini yang dilaksanakan di Malang,” lanjutnya.

Pak Edi menceritakan bahwa selama menjadi pelatih membaca puisi, pengalaman yang paling berkesan baginya adalah ketika ia bisa mengubah karakter “si pembaca” puisi. “Setiap pembaca puisi memiliki karakter yang berbeda-beda. Saya selalu mengikuti potensi yang dimiliki oleh pembaca puisi yang saya bina, bukan mereka yang mengikuti saya. Prinsip yang saya selalu pegang adalah kelemahan dari mereka adalah kekuatan. Bukan kekuatan yang saya miliki menjadi kekuatan untuk mereka. Bahkan waktu itu di Malang, kami banyak melakukan beberapa perubahan sesuai dengan permintaan dewan juri pada saat TM,” sambung Pak Edi.

Pada saat proses melatih baca puisi, hal-hal yang selalu menjadi fokus perhatian meliputi interpretasi, latar vokal, penghayatan. “Saya juga berkiblat kepada W.S Rendra dan teori-teori yang diberikan oleh Rendra. Hal yang paling kami tekankan ada pada wilayah interpretasi. Ini menjadi kunci dalam proses pembacaan puisi. Saya selalu katakan, sampai sejauh mana puisi ini akan diinterpretasi oleh si pembaca. Saya menyuruh mereka memilih puisi yang mereka inginkan lalu kami berdiskusi bersama mengenai puisi yang telah dipilih. Itu hal yang saya terapkan kepada mereka waktu itu,” tutur Pak Edi.

Pak Edi juga selalu menekankan pada mahasiswa binaanya bahwa mereka harus memiliki gaya pembacaan tersendiri yang tidak terpengaruh dengan penyair dari puisi yang mereka baca. “Saya selalu mengatakan bahwa jangan sekali-kali mengkhendaki gaya Sutarji seperti apa, gaya Rendra seperti apa, gaya Nanang seperti apa atau gaya Yozrizal manuel, tidak. Seperti yang sudah saya sampaikan tadi bahwa kelemahan mereka menjadi kekuatan masing-masing. Jangan meniru-niru penyair yang kamu baca,” Tukas Pak Edi.

Hal lain yang menjadi pola latihan yang diberikan oleh Pak Edi yaitu mengurangi permainan pada hand gesture dan meningkatkan ekspresi. “pada wilayah gesture yaitu hand-hand gesture dikurangi, tapi pada wiayah ekspresi yang ditingkatkan, pada wilayah yang disebut dengan interpretasi yang larinya pada penghayatan,” tegas Pak Edi.

Terbuka akan perubahan yang sesuai dengan keinginan dewan juri, merupakan strategi lainnya yang diterapkan oleh Pak Edi, “Satu poin yang diberikan oleh dewan juri bahwa jangan sesekali mengikuti keinginan dari penyairnya yang bersangkutan. Setelah melakukan TM kami pun langsung melakukan banyak perbaikan dan pemantapan ulang sesuai dengan keinginan dewan juri. Kalau misalnya mengikuti keinginan kami sendiri ya mungkin kami akan babak belur juga. Jadi kami menerapkan apa yang diminta oleh juri, keinginan ini kan yang paling penting karena selera antara juri satu dan juri dua serta juri tiga berbeda. Selera dengan penonton juga akan berbeda,” jelas Pak Edi.

Kedepannya, Pak Edi berharap bahwa prestasi ini dapat ditingkatkan lagi dan pencapaian ini bisa menjadi batu loncatan terkhusus kepada para pemenang yang telah berjuang “Harapan kedepannya adalah lebih meningkatkan pencapaian dan jangan sombong atas pencapaian kita. Dan juga lebih memanfaatkan atas apa yang sudah didapatkan dan yang telah diberikan mengenai puisi.” Pak Edi juga menambahkan bahwa kerja keras ini memang harus ditingkatkan, namun semua juga harus berterima kasih kepada diri sendiri karena kebahagiaan diri sendiri juga lebih penting.

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertama Kali Ikut Lomba Fotografi Hitam Putih, Muhammad Riski Arifan Langsung Raih Juara Tingkat Nasional