Cerpen Koma "Risak" Karya Dieni Fatdillah

 

RISAK


Dieni Fatdillah

Perlahan mata bu Asih dibukanya, ia menggeliat meregangkan otot-ototnya, badanya terasa sakit seperti habis memikul puluhan karung beras.

“Sebenarnya apa yang dilakukannya di dalam mimpi ?” ujar Bu Asih dalam hati bertanya pada diri sendiri.

Sejenak ia duduk di pinggir kasur sembari mengembalikan kesadarannya, lalu ia bergegas keluar dilihatnya jam menunjukkan pukul lima. Bu Asih bergegas untuk mandi sekaligus mengambil wudu lalu melaksankan sholat shubuh, usai sholat ia pun segera menghidupkan api di tunggu, dilihatnya keranjang bambu, Bu Asih termenung sambil memikirkan apa yang harus dimasaknya hari ini, melihat bahan-bahan di kerancang yang ada hanyalah seikat kangkung sisa dimasak kemarin sore.

Bu Asih memuka pintu dilihanya langit masih gelap tampaknya matahari belum terbangun, buktinya Bulan masih setia diatas sana. Kemudian ia memetik pucuk bayam terletak di belakang rumah, bayam tersebut bukanlah tanaman melainkan ia tumbuh subur dengan sendirinya. Bau harum semerbak bawang goreng tercium, dimasaknya bayam bersama kangkung oleh Bu Asih. Memang sebagai seorang Ibu ia harus pintar-pintar dalam memikirkan olahan masakan.

“Ya ampun sudah siang” ujar Bu Asih, dilihatnya jam menunjukkan pukul setengah enam.

Bu Asih bergegas ke kamar memakai seragam kebanggaanya, berwarna orange tetapi sudah pudar karena dimakan usia. Terlebih banyak tampalan karena ulah tikus yang nakal. Menurut Bu Asih pekerjaannya sangatlah mulia, seperti Tim SAR yang membantu ketika ada bencana atau mencari orang yang tersesat dihutan, lain halnya Bu Asih yang membantu jalan membersihkannya dari sampah dedaunan.

***

Bu Asih membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai di jalan tempat ia menyapu. Bu Asih tidak memiliki kendaraan baik motor atau pun hanya sekedar sepeda. Dipikirannya sama sekali tidak terlintas untuk naik angkutan kota karena memang biaya yang tidak ada. Sesampainya di persimpangan jalan, Bu Asih menoleh dan tersenyum pada seorang wanita yang sedang bersiap membuka warung dagangannya.

Bu Asih mampir dulu sarapan? Tanya wanita tersebut.

Iya bu terima kasih, lain kali saja, sudah siang ini" ujar bu asih dan melanjutkan perjalanan nya

Baru tiga langkah bu asih berjalan, tangannya ditarik.

Ini bu, buat ibu sarapan nanti" ujar wanita sembari memberikan kantong plastik berisikan nasi kuning

Tidak usah bu, ibu kan jualan" ujar Bu Asih sembari menolak

Tidak apa-apa bu, ambil saja" ujar wanita tersebut dan langsung pergi.

Sebenarnya tak enak hati Bu Asih menerima makanan ini, bukan hanya satu dua kali wanita itu memberikan makanan Padannya, tetapi hampir setiap hari di kala bu Asih lewat untuk bekerja. Pernah sekali Bu asih ingin membelinya dengan memberikan uang tetapi wanita itu enggan menerima.

***

Srek...srek

Suara sapu lidi yang mondar-mandir di jalanan aspal. Sudah beberapa menit bu asih menyapu jalanan, bu asih mengambil napas lega ia melihat pekerjaan nya yang hampir usai, sesekali ia mengusap keringat yang keluar dari pori-pori wajahnya. Bu asih memutuskan untuk beristirahat, melepaskan dahaganya dengan minum sebotol air yang ia bawa.

Beruntung hari ini jalanan tidak begitu kotor, hanya sampah dedaunan yang gugur akibat terpaan angin. Sembari duduk di pinggir trotoar, bu asih melirik kantong plastik berisi nasi kuning yang ia gantung di salah satu dahan pohon dipinggir jalan.

Sebenarnya cacing didalam perutnya sudah beteriak meminta makan, namun ia tidak tega memakan nasi tersebut, dan memilih melanjutkan pekerjaannya.

***

Alhamdulillah akhirnya sampai juga" ujar bu asih yang kini tengah duduk dan langsung membuka pintu.  Dilihatnya jam menunjukkan pukul 11.

Masih banyak waktu untuk tidur " ujar bu asih yang langsung merebahkan tubuhnya ke tikar.

Di sela-sela mimpi nya ia terbangun dan bergegas melihat jam. Kemudian ia bersiap kembali untuk Bekerja, memang selain menjadi tukang sapu jalan ia bekerja sampingan mengasuh seorang anak tetangganya yang berumur empat tahun. Tidak lupa nasih kuning yang diperoleh nya tadi diletakkan di meja makan.

***

Waktu menunjukkan pukul 8 malam.

Bu saya pamit pulang dulu" ujar bu asih

Oh iya bu, hati-hati ya" ujar bu maryam merupakan ibu sekaligus tetangga yang anaknya diasuh.

Sesampai di rumah bu asih melihat meja makan, diangkat nya tudung terbuat dari bambu yg dianyam itu, nasi kuning dan sayuran yang ia masak tadi pagi masih seperti sedia kala, tidak berkurang sedikit pun. Waktu menunjukkan pukul sembilan. Hati bu asih merasa risak ternyata anaknya belum pulang juga, terlebih ia pergi dengan tidak makan masakan yang ia buat.

Tok..tok...tok...

Suara pintu di pukul itu membangunkan bu asih, ternyata sembari menunggu ia tertidur.  Dibukanya pintu dan mendapati anaknya.

Bulan dari mana saja kamu, pulangnya kok malam sekali?" Tanya bu asih

Ya sekolah bu" ujar Bulan

Sekolah apa yang pulanya malam begini bulan?"                

Ibu aku tu belajar sama teman-teman"

Ibu gak ngelarang kamu belajar, tapi seenggaknya kamu kabarin ibu nak, ibu khawatir, terus kenapa kamu gak makan?"

Kan udah bulan bilang kalau bulan gak suka nasi kuning, kenapa gk ibu aj yang makan" ujar bulan yang langsung masuk kemarnya

Bisa dibayangkan bagaimana perasaan bu asih saat ini, ia sangat sedih melihat putri satu-satunya itu. Bulan sangat berubah semenjak ayahnya memutuskan pergi. Ia dulunya anak yang baik dan ceria, sangat berbeda sekarang. Ia sering pulang malam dan jarang sekali berada di rumah, bahkan untuk makan masakan ibunya. Hatinya selalu risak di kala memikirkan anaknya itu.

***

Ketika bu asih sedang menyimpan sapu lidi ke dapur, tidak sengaja tangannya tergores lidi kecil yang menyebabkan tangannya sedikit nyeri. Ia menatap jam ternyata sudah pukul sepuluh lewat, perasaanya tidak tenang.

Tidak biasanya Bulan belum pulang, ini sudah terlalu malam” ujar Bu Asih yang khawatir

Beberapa saat berfikir Bu Asih beranjak berniat mencari anaknya. Ia sempat bertanya kepada teman-teman Bulan yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Alhasil mereka tidak ada yang mengetahui keberadaan Bulan.

Bu asih terus berjalan, kemudia dari jauh ia melihat seseorang yang sedang duduk di pinggir jalan, sempat merasa takut dipikirnya orang tidak waras atau bisa jadi penjahat.

Namun betapa terkejutnya bu asih saat melihat ternyata oarang tersebut adalah anaknya bulan, matanya berbinar-binar  tampa ia sadari bahwa setetes ai mata jatuh di pipinya, hatinya terasa sakit. Tak kuasa melihat anaknya ia bergegas pergi, di perjalanan ia bertemu dengan bu Nur wanita yang berjualan di persimpangan.

Bu asih, dari mana?” ujar bu Nur

Mencari Bulan”

Bulan, padahal tadi barusan pergi dari rumah saya, habis membayar nasi”

Nasi,, “ jar bu asih tampak bingung

Iya,,nasi kuning, sebenarnya bulan melarang saya memberi tahu tapi sepertinya ibu berhak tau, bahawa setiap minggunya, bulan akan membayar nasi kuning  untuk diberikan bu asih setiap paginya”

Hatinya tertegum, bu asih merasakan kembali hatinya sakit air matanya yang tadi di taham kembali tumpah, seperti ditusuk  ia mengingat kembali Bulan yang tadi sedang memunguti sampah di jalanan, ternyata selama ini bulan membantu ibunya membersihkan sampah dijalan, memang bu asih sempat merasa heran dimana setiap ia menyapu tidak ada sampah yang terlalu berati hanyalah daun yang ada, padahal teman satu pekerjaannya selalu mengeluhkan banyaknya sampah plastik atau makanan di jalan. Ternyata bulan selama ini tidak berubah masih menjadi anak yang baik, selalu memikirkan keadaan ibunya, tetapi ia tidak pernah  menunjukkannya kerena ia tidak mau dianggap lemah.

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertama Kali Ikut Lomba Fotografi Hitam Putih, Muhammad Riski Arifan Langsung Raih Juara Tingkat Nasional